You are currently viewing Langkah Diagnosis dan Tatalaksana Asma Berat untuk Praktek Sehari-hari

Langkah Diagnosis dan Tatalaksana Asma Berat untuk Praktek Sehari-hari

Meskipun hanya 3% -10% penderita asma tergolong asma berat, kondisi ini berkontribusi sebesar 60% dari semua biaya dan komplikasi terkait. Beban yang disebabkan asama berat setara dengan kondisi-kondisi lain yang intensif sumber daya seperti diabetes tipe 2, penyakit paru obstruktif kronik, dan stroke iskemik. Asma berat penting untuk dikenali, namun demikian tidak mudah untuk didiagnosis dan ditangani dengan tepat.

Langkah-langkah Diagnosis Asma Berat

Diagnosis asma berat dimulai dengan mengkonfirmasi diagnosis asma. Hal ini tidak semudah kedengarannya, karena banyak pasien mendapatkan label asma berdasarkan gejala — tanpa pengujian obyektif — dan kita dapat menghabiskan cukup banyak waktu untuk mencoba mengobatai walaupun sebenarnya pasien memiliki diagnosis berbeda.

Pemeriksaan obyektif diperlukan sebelum kita melangkah untuk menentukan diagnosis asma berat. Tes obyektif termasuk uji bronko-provokasi, dengan obat seperti methacholine; atau tes bronkodilator, di mana kita melakukan spirometri sebelum dan sesudah pasien diberikan bronkodilator, untuk menguji respons saluran napas. Kita juga dapat memberi pasien sebuah peak flow meter dan menilai variabilitas dari waktu ke waktu.

Setelah pasien memiliki diagnosis yang tepat, dan sebelum mempertimbangkan asma berat, langkah selanjutnya adalah memastikan pasien memiliki kepatuhan pengobatan yang baik dan bahwa semua penyakit komorbid telah diatasi. Kedua hal ini sangat sulit dilakukan. Kepatuhan berobat, terutama untuk orang tua, sangat penting. Teknik inhaler yang tepat juga merupakan masalah besar. Kita harus mengatur waktu dengan benar untuk memasukkan obat ke paru-paru dan mendapatkan penghantaran yang baik di seluruh sistem pernapasan. Selain itu, kita sering memberi pasien berbagai merek inhaler dari berbagai perusahaan dengan mekanisme berbeda, hal ini semakin memperumit ketepatan berobat. Kepatuhan yang baik dan teknik yang tepat sangat penting sebelum kita memutuskan bahwa pasien tidak merespons terhadap terapi yang diberikan.

Mengenali dan mengendalikan komorbid Asma

Asma merupakan kondisi yang banyak dijumpai dan ada banyak penyakit komorbid berjalan bersamaan pada satu pasien. Salah satu yang utama adalah rinosinusitis dan kondisi ini memperburuk kontrol asma. Masalah-masalah psikososial (misalnya stres, kelelahan, depresi, kecemasan) juga dapat memperburuk pengendalian asma. Mengobati hanya dengan memberikan inhaler seringkali tidak memperbaiki kondisi pasien, tetapi ketika kita membantu dengan memperbaiki persepsi gejala dan mengelola masalah psikososial dengan benar, baru pasien memperoleh perbaikan gejala.

Penyakit komorbid lain yang perlu dipikirkan termasuk refluks gastroesofageal, disfungsi pita suara, obesitas, merokok dan penyakit terkait merokok, paparan lingkungan (alergen di rumah, di tempat kerja, atau di tempat-tempat lain yang sering dikunjungi), sindrom hiperventilasi, dan apnea saat tidur. Daftar ini panjang, dan semua dapat berdampak pada pengendalian asma dan cara pasien mempersepsi gejala asma mereka.

Pedoman ERS / ATS untuk Diagnosis Asma Berat

Diagnosis asma berat dapat dilakukan berdasarkan pedoman European Respiratory Society (ERS)/American Thoracic Society (ATS). Panduan-panduan ini mengarahkan kita untuk menegakkan diagnosis objektif terlebih dahulu dan menilai kepatuhan berobat, teknik inhaler yang tepat, dan komorbiditas. Setelah semua dilakukan baru kita mempertimbangkan diagnosis asma berat jika pasien tidak merespons terhadap terapi yang diberikan.

Sebelum mendiagnosis pasien dengan asma berat, panduan klinik menyarankan agar pasien dikonsultasikan ke spesialis asma, biasanya berarti ahli alergi-imunologi atau pulmonologi. Spesialis asma akan mengevaluasi teknik kepatuhan pengobatan, memeriksa komorbiditas, dan membangun kembali diagnosis obyektif sebelum mempertimbangkan diagnosis asma berat.

Pedoman ERS/ATS mengatakan, “Asma berat didefinisikan sebagai asma yang memerlukan pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi ditambah pengontrol kedua dan/atau kortikosteroid sistemik untuk mencegahnya menjadi ‘tidak terkontrol’ atau yang tetap ‘tidak terkontrol’ meskipun dengan terapi ini.” Panduan klinis tersebut melanjutkan bahwa diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh spesialis asma dan pengobatan harus dilakukan oleh spesialis asma selama setidaknya 3 bulan sebelum diagnosis asma berat dapat dikonfirmasi.

Langkah lanjutan setelah Diagnosis Asma Berat

Setelah pasien dikirimkan ke spesialis asma, apa yang terjadi selanjutnya? Di sinilah hal-hal menjadi sangat menarik karena ada banyak kemajuan di bidang ini selama 10 tahun terakhir atau lebih. Kita menjadi jauh lebih baik dalam menggunakan faktor-faktor klinis untuk menentuka fenotipe asma — memahami apakah itu eosinofilik, neutrofilik, atau pausigranulositik — untuk memprediksi terapi mana yang cenderung direspon oleh pasien.

Setelah menentukan fenotip pasien, kita dapat mempertimbangkan jenis terapi asma lainnya. Ada terapi pengontrol dan antibodi yang ditargetkan pada imunomodulator inflamasi spesifik (misalnya, anti-imunoglobulin E, anti-interleukin-5). Bisa juga digunakan thermoplasty bronkus pada pasien tertentu yang mungkin akan mendapatkan manfaat. Hal-hal lain yang juga dapat dicoba, seperti antibiotik makrolid, terapi antijamur, dan antagonis muskarinik kerja panjang (LAMAs). Semua ini akan memiliki peran untuk pasien dengan asma parah ketika terapi standar tidak mampu mengontrolnya.

Diagnosis dengan fenotiping, menggunakan obat-obatan suntik dan terapi tingkat lanjut memerlukan persiapan yang rumit dan banyak menghabiskan biaya. Oleh karenanya, penting bahwa pasien Anda pergi ke klinik khusus asma sehingga spesialis asma dapat mengevaluasi dan mengobati asma mereka yang berat.MD